KURIKULUM
PENDIDIKAN ISLAM
DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK 5
Nama : -Irma Rahmawati
-Dyah Larasati
-Helmi Afif Purwataruna
Dosen Pengampu :
Dr. H. Tasman Hamami, M.A.
Mata Kuliah :
Ilmu Pendidikan
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kata “Kurikulum” mulai dikenal sebagai istilah
dalam dunia pendidikan lebih kurang sejak satu abad yang lalu. Istilah
kurikulum muncul untuk pertama kalinya dalam kamus Webster tahun 1856.
Pada tahun itu kata kurikulum digunakan dalam bidang olahraga, yakni suatu alat
yang membawa orang dari star sampai ke finish. Barulah pada tahun
1955 istilah kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran disuatu perguruan.[1]
Pengertian kurikulum berkembang sejalan dengan
perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dalam pandangan lama, kurikulum
merupakan kumpulan sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan oleh guru dan
dipelajari oleh siswa. Pandangan ini menekankan pengertian kurikulum pada segi
isi. Dalam pandangan yang muncul kemudian, penekanan terletak pada pengalaman
belajar. Dengan titik tekan tersebut, kurikulum diartikan sebagai segala
pengalaman yang disajikan kepada para siswa dibawah pengawasan atau pengarahan
sekolah.[2]
Ada sejumlah ahli teori kurikulum yang
berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang
direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi dibawah pengawasan
sekolah, jadi selain kegiatan kurikuler yang formal juga kegiatan kurikuler
yang tidak formal. Kegiatan kurikuler yang tidak formal ini sering disebut
ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler.[3]
Untuk sekolah yang bersangkutan, kurikulum
sekurang-kurangnya memiliki dua fungsi:
1. Sebagai alat
untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan; dan
2. Sebagai pedoman
dalam mengatur kegiatan pendidikan sehari-hari.
Keutamaan
mempelajari kurikulum bagi seseorang yang menekuni dunia pendidikan adalah
suatu kegiatan yang tidak boleh terlewatkan, karena berbicara pendidikan
berarti berbicara kurikulum yang ada didalamnya. Demikian halnya dengan
pendidikan Islam, tentunya terdapat kurikulum didalamnya. Maka, karena
keperluan yang utama tersebutlah dalam Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam di
Perguruan Tinggi Agama Islam, salah satu materi yang harus dikuasai dan
dipahami adalah tentang Kurikulum dalam Pendidikan Islam.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Pengertian
kurikulum pendidikan islam
2. Kurikulum
yang mengacu pada tujuan pendidikan
3. Pengembangan
kurikulum
4. Ciri-ciri
kurikulum pendidikan islam
C.
TUJUAN
PENULISAN
1. Mengetahui
pengertian kurikulum pendidikan islam
2. Mengetahui
kurikulum yang mengacu pada tujuan pendidikan
3. Mengetahui
pengembangan kurikulum
4. Mengetahui
ciri-ciri kurikulum pendidikan islam
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa
Yunani, yaitu curir yang artinya
pelari dan curere yang artinya jarak
yang harus ditempuh oleh pelari. Ada juga yang mengatakan dari Bahasa Perancis,
yaitu couriar yang berarti berlari.
Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olahraga. Sementara itu, dalam
dunia pendidikan istilah tersebut merupakan lingkaran pengajaran di mana guru
dan murid terlibat di dalamnya. [4]
Dengan demikian, curriculum diartikan jarak yang harus ditempuh
oleh pelari. Akan tetapi dalam konteks pendidikan, kurikulum diartikan
sebagai kumpulan subjek yang diajarkan di sekolah atau arah suatu proses
belajar. Ada pula yang mengartikannya sebagai perangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi dan bahan pelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.
Sementara itu, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kurikulum di definisikan sebagai
susunan rencana pelajaran. Pada perkembangan selanjutnya, kurikulum menjadi
istilah yang digunakan untuk menunjukkan satuan mata pelajaran yang harus
ditempuh guna mencapai suatu gelar atau memperoleh ijazah.[5]
Dalam kosakata bahasa Arab, istilah kurikulum
dikenal dengan kata manhaj yang
berarti jalan terang yang dilalui oleh manusia di berbagai fase kehidupannya.
Apabila pengertian ini dikaitkan dengan pendidikan, maka manhaj atau kurikulum berarti jalan terang yang dilalui guru dan
murid untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Hal ini
memberikan implikasi pada pandangan tentang isi dari kurikulum yang memuat tujuan-tujuan
yang hendak dicapai melalui jalan terang tersebut. Dengan demikian, kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan
pelajaran, dan cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini
meliputi tujuan pendidikan nasional, kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan
potensi daerah, serta satuan antara pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab
itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kurikulum merupakan landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing
peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi
sejumlah pengetahuan keterampilan dan sikap mental. Ini berarti bahwa proses
kependidikan islam bukan suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan,
tetapi mengacu pada konseptualisasi manusia paripurna.[6]
Di sinilah pendidikan islam memberikan pandangan filosofis tentang hakikat
pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang dapat dijadikan pedoman dalam
pembentukan manusia paripurna (insan kamil).
Kurikulum pendidikan islam adalah bahan-bahan berupa
kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sistematis di berikan kepada
anak didik untuk mencapai tujuan. Kurikulum juga merupakan kegiatan yang
mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik secara terperinci berupa bentuk-bentuk
bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan
program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup berbagai kegiatan
sampai tercapainya tujuan yang diinginkan.
Menurut Soegarda Poerbakawatja dan H.A.H. Harahap
yang dikutip oleh H. Mappanganro dalam bukunya Perkembangan Kurikulum Pendidikan Islam, mengatakan bahwa kurikulum
adalah:
1. Suatu
kelompok mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk dapat lulus (mencapai
certificat) dalam salah satu bidang tertetu. Misalnya suatu kurikulum untuk
pendidikan jasmani, untuk pendidikan guru, untuk bidang-bidang social.
2. Suatu
rencana umum mengenai isi atau bahan-bahan pelajaran khusus yang oleh sekolah
atau pendidikan disajikan kepada pelajaran untuk lulus atau mendapat certificat
atau untuk memasuki suatu jabatan atau bidang tertentu.
3. Suatu
kelompok pelajaran dan pengalaman yang diperoleh si pelajar di bawah bimbingan
sekolah.[7]
Berdasarkan definisi tersebut dapat
dikatakan bahwa kurikulum pada hakikatnya adalah rancangan mata pelajaran bagi
suatu kegiatan jenjang pendidikan tertentu. Jika telah dikuasai seseorang dapat
dinyatakan lulus dan berhak memperoleh ijazah.
2.
KURIKULUM
YANG MENGACU PADA TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan memiliki peran strategis dalam
menentukan kebijakan kurikulum. Tujuan yang jelas akan mempermudah pendidik
mengambil langkah operasional dalam proses kependidikan. Dalam perspektif islam,
keharusan mengintegrasikan unsur religious yang transendental dengan setiap
cabang ilmu menjadi hal yang tak terelakkan. Sebab, jika kedua hal tersebut
tidak terintegrasi dengan baik maka akan menimbulkan bias pemikiran yang pada
gilirannya akan mengakibatkan rasa kebingungan pada peserta didik.[8]
Sebagai contoh dapat dikemukakan tentang
kejadian awal manusia.[9]
Al-Qur’an menunjukkan bahwa Adam adalah manusia pertama yamg diciptakan Allah,
sementara materi yang lain secara bersamaan memberi informasi tentang manusia
pertama merupakan hasil dari proses
evolusi-biologis-alamiah, sesuai dengan teori Darwin. Kondisi seperti ini akan
menimbulkan keraguan subjek didik, dan mereka dipaksa untuk memilih satu hal
yang berlawanan.
Tujuan yang valid didasarkan pada kondisi
objektif peserta didik, proses belajar, kondisi social dan sistem budaya, dan
bahan atau materi pendukungnya. Tujuan dioperasionalisasikan dengan
memperhitungkan dasar-dasar kurikulum tersebut yang menggambarkan kondisi
peserta didik sebagai manusia. Keadaan masyarakat dan sistem budaya menuntut
pemeliharaan atau perubahan model pembelajaran dengan bantuan lembaga
pendidikan. Semua itu dapat dituangkan dalam rumusan-rumusan tujuan.
3.
PENGEMBANGAN
KURIKULUM
Dalam pengembangan kurikulum diperlukan
satu pendekatan yang proporsional. Pendekatan yang proporsional ini dipengaruhi
oleh tujuan yang ditetapkan. Pendidikan yang berorientasi pada tugas dan
vokasional misalnya, ia lebih tepat apabila dipilih pendekatan teknologik
daripada akademik dan humanistik. Dengan pertimbangan yang proporsional tersebut
diharapkan ada integrasi pendekatan dalam penetapan satu materi, yaitu
pendekatan akademik, humanistic, dan teknologik secara proporsional.
KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang
ditawarkan saat ini boleh dikatakan lebih cenderung menggunakan pendekatan
teknologik dengan menekankan pada profesi lulusan, baik utama, pendukung,
maupun lainnya. Dengan berorientasi pada profesi yang telah dipatok, semua
konsentrasi pendidikan sekolah diarahkan kesana. Model seperti ini hamper mirip
dengan yang ditawarkan pada masa Orde Baru dengan sebutan link and mach meskipun KBK dirancang dengan lebih komprehensif. KBK
ini pada perkembangannya dikoreksi ulang dan munculah tawaran KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan). Dengan sosialisasi yang minim, anggaran,pendidikan
yang terbatas, kualitas SDM yang kurang standar, serta fasilitas yang belum
lengkap, konsep dan kebijakan tentang kurikulum ini diragukan bisa dilaksanakan
secara baik dan konsekuen. Dengan KBK/KTSP, pendidikan sekolah diorientasikan
sebagai penyiap atau pensuplai tenaga kerja sehingga harus mach dengan kebutuhan lembaga, perusahaan, atau lembaga kerja
lainnya.
Model pendekatan seperti ini tentu saja
bukan hal yang salah selama proporsinya disesuaikan dengan heterogenitas umat.
Demikian juga selama penerapan pendekatan seperti itu juga tidak digeneralisasi
untuk semua lembaga pendidikan, jenis, dan jenjangnya. Sebab, wilayah akademik
dan humanistik juga harus diberikan porsi yang cukup agar pengembangan ilmu dan
nilai kemanusiaan tetap berkembang sehat dan dinamis di samping disediakan juga
sebagian lembaga pendidikan yang memang secara khusus proporsinya lebih banyak
ke akademik dan humanistik tersebut.
4.
CIRI-CIRI
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Kurikulum
Pendidikan Islam tidak akan terlepas dari asas Islam itu sendiri yakni
Al-Qur`an dan Al-Hadits, maka ciri utama yang bisa diketahui adalah
mencantumkan Al-Qur`an dan Al-Hadits sebagai sumber utama. ciri-ciri kurikulum
pendidikan Islam menurut Al-Syaibani, yaitu:
1.
Kurikulum pendidikan Islam harus menonjolkan
mata pelajaran agama dan akhlak. Agama dan akhlak itu harus diambil dari
Al-Qur`an dan Al-Hadit serat contoh-contoh dari tokoh terdahulu yang saleh.
2.
Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan
pengembangan menyeluruh aspek pribadi siswa, yaitu aspek jasmani, akal dan
rohani. Untuk pengembangan menyeluruh ini kurikulum harus berisi mata
pelajaran yang banyak, sesuai dengan tujuan pembinaan setiap aspek itu. Oleh
karena itu, di perguruan tinggi diajarkan mata pelajaran seperti ilmu-ilmu
Al-Qur`an termasuk tafsir dan qiro`ah serta mata pelajaran lainnya.
3.
Kurikulum
pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat,
dunia dan akhirat, jasmani, akal dan rohani manusia.
4.
Kurikulum
pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus seperti ukir, pahat,
tulis-indah, gambar dan sejenisnya. Selain itu, memperhatikan juga pendidikan
jasmani, latihan militer, teknik, keterampilan dan bahasa asing sekalipun
semuanya ini diberikan kepada perseorangan secara efektif berdasar bakat, minat
dan kebutuhan.
5.
Kurikulum
pendidikan Islam mempertimbangkan perbedaan kebudayaan yang sering terdapat di
tengah manusia karena perbedaan tempat dan juga perbedaan zaman. Kurikulum
dirancang sesuai dengan kebudayaan itu.
·
Adapun ciri-ciri khusus kurikulum pendidikan
Islam, yaitu:
1.
Dalam kurikulum pendidikan Islam, tujuan
utamanya adalah pembinaan anak didik untuk bertauhid. Oleh karena itu, semua
sumber yang dirunut berasal dari ajaran Islam;
2.
Kurikulum harus disesuaikan dengan fitrah
manusia, sebagai makhluk yang memiliki keyakinan kepada Tuhan;
3.
Kurikulum yang disajikan merupakan hasil
pengujian materi dengan landasan Al-Qur`an dan Al-Hadits;
4.
Mengarahkan
minat dan bakat serta meningkatkan kemampuan akliah peserta didik serta
keterampilan yang akan diterapkan dalam kehidupan konkret;
5.
Pembinaan
akhlak peserta didik, sehingga pergaulannya tidak keluar dari tuntunan Islam
6.
Tidak ada kadaluarsa kurikulum karena ciri khas
kurikulum Islam senantiasa relevan dengan perkembangan zaman bahkan menjadi
filter kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya didalam
kehidupan masyarakat.[10]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
·
Secara etimologi, kurikulum berasal dari
bahasa Yunani, yaitu curir yang
artinya pelari dan curere yang
artinya jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Ada juga yang mengatakan dari
Bahasa Perancis, yaitu couriar yang
berarti berlari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olahraga.
Sementara itu, dalam dunia pendidikan istilah tersebut merupakan lingkaran
pengajaran di mana guru dan murid terlibat di dalamnya.
·
Dengan demikian, curriculum diartikan
jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Akan tetapi dalam konteks pendidikan, kurikulum diartikan sebagai kumpulan subjek yang diajarkan di sekolah atau
arah suatu proses belajar. Ada pula yang mengartikannya sebagai perangkat
rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.
·
Tujuan memiliki peran strategis dalam
menentukan kebijakan kurikulum. Tujuan yang jelas akan mempermudah pendidik
mengambil langkah operasional dalam proses kependidikan. Dalam perspektif
islam, keharusan mengintegrasikan unsur religious yang transendental dengan
setiap cabang ilmu menjadi hal yang tak terelakkan. Sebab, jika kedua hal tersebut
tidak terintegrasi dengan baik maka akan menimbulkan bias pemikiran yang pada
gilirannya akan mengakibatkan rasa kebingungan pada peserta didik.
·
Dalam pengembangan kurikulum diperlukan
satu pendekatan yang proporsional. Pendekatan yang proporsional ini dipengaruhi
oleh tujuan yang ditetapkan. Pendidikan yang berorientasi pada tugas dan
vokasional misalnya, ia lebih tepat apabila dipilih pendekatan teknologik
daripada akademik dan humanistik. Dengan pertimbangan yang proporsional
tersebut diharapkan ada integrasi pendekatan dalam penetapan satu materi, yaitu
pendekatan akademik, humanistic, dan teknologik secara proporsional.
·
Kurikulum Pendidikan Islam tidak akan terlepas
dari asas Islam itu sendiri yakni Al-Qur`an dan Al-Hadits, maka ciri utama yang
bisa diketahui adalah mencantumkan Al-Qur`an dan Al-Hadits sebagai sumber utama.
B.
SARAN
Demikian
makalah ini telah selesai kami buat, semoga dapat digunakan sebaik-baiknya oleh
pembaca sekalian sebagai referensi pengetahuan mengenai Kurikulum Pendidikan
Islam. Kami menerima segala masukan dari pembaca sekalian untuk perbaikan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Rashid dan Samsul
Nizar. 2005. Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis.
Jakarta: Ciputat Press.
Basri,
Hasan dan Beni Ahmad Saebani. 2010. Ilmu Pendidikan Islam Jilid II. Bandung:
Pustaka Setia.
Harunnilah. 2014. Makalah Kurikulum Pendidikan Islam.
Dalam http://harunnilah.blogspot.co.id
diakses
pada 4 November 2016.
Mappanganro. 1998. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam.
Ujung Pandang: Yayasan Ahkam.
Minarti, Sri. 2013. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.
Nasution.
2006. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Noer
Aly, Hery. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos.
Roqib,
Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam.
Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang.
Sudjana,
Nana. 2005. Pembinaan dan Pengembangan
Kurikulum di Sekolah. Jakarta: Sinar Baru
Algensindo.
Syed
Ali Ashraf dan Syed Sajjad Husein. 1986. Krisis
Pendidikan Islam. Terj. RahmaniAstuti. Bandung: Risalah.
Umar, Bukhori.
2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.
[1] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah,
2010), hlm. 162.
[2] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos,
1999), hlm. 162.
[3] Nasution, Kurikulum dan
Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 5.
[4] Al Rashid dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat
Press, 2005), hlm. 55.
[5] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Jakarta:
Sinar Baru Algensindo, 2005), hlm.4.
[6]
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah
2013), hlm. 131.
[7]
H. Mappanganro, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam, (Ujung Pandang: Yayasan Ahkam 1998),
hlm.2.
[8]
Dr. Moh. Roqib, M.Ag, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
LKiS Printing Cemerlang, 2009), hlm. 78.
[9] Syed Ali Ashraf dan Syed Sajjad
Husein, Krisis Pendidikan Islam,
(Bandung: Risalah, 1986), hlm. 41-42.
[10]
Hasan Basri dan
Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam Jilid II, (Bandung: Pustaka
Setia, 2010), hlm. 182
Tidak ada komentar:
Posting Komentar