BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama
rahmatan lil‘alamin yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Yang mana beliau telah
mewariskan dua pusaka yang dapat dijadikan pedoman hidup manusia selama
hidupnya, jika umat Islam berpegang teguh pada keduanya, tidak akan tersesat
selama hidupnya, yaitu berupa Al-Qur’an dan Sunnah rasul. Al-Qur’an merupakan
firman Allah yang mutlak berasal dari Allah swt. Sedangkan dasar-dasar hukum
yang berasal dari Nabi Muhammad saw dapat berupa hadits, sunnah, maupun atsar.
Kita sebagai umat
muslim, sudah selayaknya mempelajari sumber-sumber hukum yang berasal dari Nabi
saw agar dalam kehidupannya tidak akan tersesat oleh arus perkembangan zaman
saat ini, sehingga penting bagi kita untuk mempelajari dan berpegang teguh pada
sumber hukum yang berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah nabi, baik berupa hadits,
sunnah, dan atsar.
Namun dalam kenyataannya
sumber hukum yang berasal dari Nabi, yaitu hadits, tidak semuanya dapat
diamalkan. Hal tersebut disebabkan karena hadits diriwayatkan oleh perawi yang
memiliki jalur sanad yang berbeda-beda dan penilaian terhadap para perawi
hadits juga bermacam-macam.
Oleh karena itu hadits
dibagi menjadi tiga kriteria yaitu hadits shahih, hasan, dan dhaif. Untuk mengetahui mana hadis yang dapat
diamalkan, maka perlu belajar ilmu hadis, sehingga dapat diketahui kehujjahan
suatu hadis. Dengan mengetahui kehujjahan hadits dan meyakini bahwa hadits
tersebut shahih, maka hadits tersebut dapat dijadikan sumber hukum dan pedoman
dalam kehidupan sehari-hari.
Pada makalah ini, kami
akan membahas tentang pengertian hadits, sunnah, dan atsar; perbedaan antara
ketiganya; perbedaan antara hadits dengan Al-Qur’an; serta kehujahhan hadits.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian hadits, sunnah, dan atsar ?
2.
Apa perbedaan hadits, sunnah, dan atsar ?
3.
Bagaimana perbedaan hadits dengan Al-Qur’an ?
4.
Apa kehujahhan hadits ?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui pengertian
hadits, sunah, atsar.
2. Mengetahui perbedaan
hadits, sunah, atsar.
3. Mengetahui perbedaan
hadits dengan Al-Qur’an.
4. Mengetahui kehujahhan
hadits.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits,
Sunah, Atsar
1. Pengertian Hadits
Hadits menurut bahasa adalah :
Jadid, yang baru lawan qadim;
Qarib :yang dekat, yang belum lama terjadi seperti dalam perkataan haditsul
ahdi bil islam (orang yang baru memeluk agama islam).
Jamaknya hidats,
hudatsa’, dan huduts; Khabar : warta atau berita, yakni ma yatahaddatsu
bihi wa yunqalu (sesuatu yang dipercakapkandan dipindahkan dari seseorang
kepada seseorang), sama maknanya dengan hidditsa. Dari makna inilah
diambil perkataan hadits Rasulullah[1].
a.
Menurut Istilah Ulama Hadits
كُلُ مَااُثِرَعَنِ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ قَوْلٍ
اَوْفِعْلٍ اَوْتَقْرِيْرٍاَوْصِفَةٍ خَلْقِيَّةٍ اَوْ خُلُقِيَةٍ
“ Segala sesuatu yang
diberitakan dari Rasul SAW. Baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat
maupun hal ihwal Nabi”
b.
Menurut Ahli Ushul Hadits
اَقْوَالُهُ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاَفْعَالُهُ وَتَقَارِيْرُهُ مِمَّا
يَتَعَلَّقَ بِهِ حُكْمٌ بِنَا
“Segala perkataan,
perbuatan, dan taqrir Nabi SAW yang bersangkut paut dengan hukum.”
2. Pengertian Sunnah
Kata
sunnah jamaknya sunan, menurut bahasa (lughah) sunnah
bermakna jalan yang ditempuh/dijalani, baik terpuji ataupan tidak. Suatu
tradisi yang sudah dibiasakan,dinamakan sunnah,walaupun tidak baik.
Sunnah
menurut istilah Muhaddatsin (ahli-ahli hadits) ialah segala yang
dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir,
pengajaran, sifat, perilaku, perjalanan hidup Nabi saw. sebelum diangkat
menjadi rasul, maupun sesudahnya . Sebagian besar Muhadditsin menegaskan,
bahwa sunnah dalam arti ini menjadi muradif (sinonim) bagi kata hadits.
Sunnah
menurut pendapat Ahli Ushul Fiqh ialah segala yang dinukilkan dari Nabi saw.
baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir yang berkaitan dengan hukum[2].
a.
Contoh-contoh Sunnah
1) Sunnah Qauliyah
Berupa segala
perkataan/ucapan Nabi saw
إِنَّمَاالأَعْمَا لُ بِاالنِّيَاتِ. (رواه البخا
ري ومسلم)
“Segala amalan itu mengikuti niat”(HR. Bukhari dan Muslim)
2) Sunnah Fi’liyah
Berupa segala perbuatan
Nabi saw, seperti cara-cara mendirikan sholat, rakaatnya, cara-cara mengerjakan
ibadah haji, adab-adab berpuasa dan memutuskan perkara berdasarkan saksi dan
berdasarkan sumpah, semua ini diterima dari Nabi saw dengan perantaraan sunnah
fi’liyah, lalu para sahabat menukilkannya.
Untuk meneladaninya
dalam hal sholat, Nabi saw bersabda :
صَلُّوا كَمَا رَاَ يْتُمُو نِي اُصَلِّي. (رواه البخا ري ومسلم)
“Bersholatlah
kamu sebagaimana kamu melihat aku sholat”(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam urusan haji Nabi saw bersabda
:
(رواه ومسلم)خُذُوْاعَنِّي مَنَاسِكَكُمْ
“Ambillah dariku
cara-cara mengerjakan haji.”(HR. Muslim)
3) Sunnah Taqririyah
Taqrir
ialah :
a.
Membenarkan (tidak mengingkari) sesuatu yang diperbuat oleh
seorang sahabat (orang yang mengikuti syara’) dihadapan Nabi saw, atau
diberitakan kepada beliau, lalu beliau tidak menyanggah atau tidak menyalahkan
serta menunjukkan bahwa beliau menyetujuinya.
Nabi saw membenarkan ijtihad para sahabat mengenai sholat Ashar di
Bani Quraidhah, Nabi saw bersabda :
“Jangan seseorang dari kamu bersholat melainkan
di Bani Quraidhah”
Sebagian sahabat memahami hadita ini dari zhahirnya. Karena itu
mereka tidak mengerjakan sholat ashar sebelum sampai di bani quraidhah.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud nabi ialah bersegera pergi
kesana, karena itu mereka mengerjakan sholat ashar di waktunya, sebelum sampai
di bani quraidhah. (HR. Al-Bukhari)[3]
Berita mengenai dua perbuatan sahabat ini sampai
kepada Nabi. Beliau diam tidak berkata apa-apa.
b. Menerangkan bahwa apa
yang diperbuat oleh para sahabat itu adalah baik serta menguatkannya.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa
Khalid Ibn Malik memakan dhab (sejenis biawak) yang dihidangkan orang kepada
Nabi saw. padahal Nabi saw enggan memakannya. Khalid bertanya, “Apakah kita
diharamkan makan dhab ya Rasulullah?” Nabi saw menjawab: Tidak, hanya
saja binatang ini tidak ada di negeriku (karena itu aku tidak memakannya).
Makanlah, sesungguhnya dia halal.”(HR. Bukhari dan Muslim).
3.
Pengertian Atsar
Atsar menurut bahasa ialah bekas sesuatu, atau sisa
sesuatu. Berarti pula nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu doa umpamanya yang
dinukilkan dari Nabi saw dinamai doa ma’tsur. Jamaknya atsar dan utsur.
Menurut istilah Jumhur Ulama ,atsar sama
artinya dengan khabar dan hadits.Mengingat hal ini, dinamailah
ahli hadits dengan atsary.
Para fuqaha memakai istilah atsar untuk
perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat, thabi’in, dan lain-lain. Ada yang
mengatakan bahwa atsar lebih ‘amm (umum) daripada khabar.Atsar dihubungkan
kepada yang datang dari Nabi saw dan yang selainnya. Sedangkan khabar
dihubungkan kepada yang datang dari Nabi saw saja[4].
Menurut Muhammad Al-Zafzaf, atsar berarti segala
sesuatu yang disandarkan kepada selain Nabi SAW. yang secara khusus dinamakan
Hadis Mauquf[5].
- Perbedaan Hadits, Sunah, Atsar
Perbedaan antara hadits, sunah, dan
atsar memang sangat tipis. Hadits oleh kebanyakan ulama diartikan sebagai
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, ketetapan, maupun tingkah laku Nabi Muhammad SAW[6].
Sunah adalah segala sesuatu yang
dinukilkan dari Nabi Muhammad Saw berupa perkataan, perbuatan, ketetapan,
sifat, dan tingkah laku Nabi yang mempunyai nilai ibadah dan hukum baik sebelum
diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya. Menurut ahli hadits, pengertian
sunnah lebih luas dari hadits.
Adapun atsar tidak berbeda jauh dengan hadits
dan sunah. Kata atsar menurut para fukaha lebih digunakan untuk
perkataan-perkataan sahabat dan tabiin. Karena itu, kata atsar juga berarti
khabar.
Ada beberapa ahli yang secara tegas membedakan
antara Hadits dan Sunnah[7] :
a. Dr. Yusuf Musa, Seorang
Guru Besar Universitas Kairo, mengatakan bahwa Sunnah ialah apa yang keluar
dari Nabi SAW. berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan. Sedangkan hadits
ialah apa yang keluar dari Nabi SAW berupa perkataan saja.
b. Ibn al-Kamal berpendapat
bahwa Sunnah adalah sesuatu yang dinukil dari Nabi SAW. baik berupa perbuatan
ataupun sabdanya. Sedangkan hadits ialah khusus sabdanya saja.
c.
Dr. Taufiq dalam kitabnya Din Allah Swt fi kutub Anbiya’ih
menjelaskan bahwa Sunnah adalah suatu jalan yang dilakukan oleh Nabi SAW.
Secara continue dan diikuti oleh para sahabatnya. Sedangkan hadits adalah
ucapan-ucapan Nabi SAW yang diriwayatkan oleh seorang, dua, atau tiga orang
perawi dan tidak ada yang mengetahui ucapan-ucapan tersebut selain mereka
sendiri.
d.
Hasbi ash-Shiddieqy secara tegas juga menyatakan bahwa hadits dan
sunnah tidak identik. Ia berpendapat bahwa Hadits merupakan sesuatu urusan yang
bersifat teori sedangkan Sunnah merupakan sesuatu urusan yang dipraktekkan
bersama.
Berikut merupakan
tabel perbedaan antara Hadits,Sunnah dan
Atsar.
NO
|
HADITS
|
SUNNAH
|
ATSAR
|
1
|
Bersifat umum
|
Bersifat khusus
|
-
|
2
|
Segala sesuatu yang disandarkan
pada Nabi tanpa terkecuali
|
Segala sesuatu yang berhubungan
dengan perbuatan Nabi yang mempunyai akibat hukum dan ibadah.
|
-
|
3
|
Sumbernya dari ucapan, perbuatan,
dan ketetapan Nabi
|
Sumbernya dari
perbuatan Nabi yg mengandung nilai hukum dan ibadah
|
Segala sesuatu yg datang dari
kalangan sahabat atau tabiin saja
|
4
|
Terjadi satu kali
|
Terjadi berkali-kali
|
-
|
5
|
Lebih sempit dari
sunnah
|
Lebih luas dari
hadits
|
-
|
6
|
Qauliyah Nabi SAW
|
Fi’liyah Nabi SAW
|
-
|
C. Perbedaan Hadits dengan
Al-Qur’an
1. Perbedaan Hadits Qudsy
dan Al-Qur’an
Berdasarkan keterangan dalam buku
“Ikhtisar Mushthalalul Hadits” bahwa perbedaan keduanya adalah sebagai berikut.
[8]
- Semua lafadh-lafadh (ayat-ayat) Al Qur’an adalah mu’jizat dan mutawatir, sedang hadits qudsy tidak demikian.
- Ketentuan hukum yang berlaku bagi Al-Qur’an, tidak berlaku bagi Al-Hadits seperti pantangan menyentuhnya bagi orang yang sedang berhadats kecil dan pantangan membacanya bagi orang yang berhadats besar sedangkan untuk hadits (qudsy) tidak ada pantangannya.
- Setiap huruf yang dibaca dari Al-Qur’an memberikan hak pahala kepada pembacanya sepluh kebaikan.
- Meriwayatkan Al-Qur’an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadh sinonimnya.
Dan
dalam buku yang berjudul “Hadits Qudsy” dijelaskan bahwa ulama telah
mengemukakan beberapa perbedaan antara Al-Qur’anul Karim dengan Hadits Qudsy
yang mulia, antara lain sebagai berikut.[9]
- Isi Al-Qur’an dan susunan kalimatnya menunjukkan mu’jizatnya tantangan kepada manusia untuk menandinginya, sedangkan Hadits Qudsy tidak demikian.
- Al-Qur’an yang mulia ialah firman Allah yang setiap lafadznya menjadi ibadah apabila dibca dan diperintahkan di waktu sholat. Sedangkan hadits qudsi tidaklah demikian.
- Al-Qur’an yang mulia ialah firman Allah yang setiap lafadhnya menjadi ibadah apabila dibaca dan diperintahkan dibaca diwaktu shalat, sedangkan Hadits Qudsy tidaklah demikian.
- Al-Qur’an diriwayatkan secara Mutawatir yang diperintahkan dicatat, langsung di diktekan oleh Rasulullah serta ditetapkan kedudukan ayat dan surahnya, sedangkan Hadits Qudsy semuanya diriwayatkan menurut khabar Ahad dan tidak dibenarkan dicatat.
- Al-Qur’an yang mulia tidak boleh diriwayatkan makna dan isinya saja, sedangkan Hadits Qudsy bilamana perlu dapat diriwayatkan maknanya saja, dengan syarat rawinya (yang diriwayatkannya) itu alim dan tahu benar arti, maksud lafadh dan susunan kata-katanya sehingga memungkinkan dapat melukiskan isi dan maksud Hadits Qudsy itu.
- Al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi saw dengan perantaraan Jibril, sedangkan Hadits Qudsy kadang-kadang diwahyukan melalui Jibril, sedangkan Hadits
- Qudsy kadang-kadang diwahyukan melalui Jibril, atau dengan mimpi atau mungkin juga berupa ilham.
- Al-Qur’anul Karim itu tidak boleh disentuh atau dibaca oleh orang junub atau wanita haid, kecuali apabila darurat, sedangkan Hadits Qudsy tidak demikian halnya.
- Kumpulan kalimat dalam Al-Qur’an disebut ayat dan dihimpun menjadi surah, sedangkan kumpulan kalimat dalam Hadits Qudsy tidak dapat disebut ayat ataupun surah.
2.
Perbedaan Antara Hadits
Qudsy dan Hadits Nabawi.
Dalam buku Ikhtishar Mushthalahul Hadits
dikemukakan ta’rif (definisi) Hadits Qudsy itu sebagai berikut:
“(Hadits Qudsy itu)
ialah sesuatu yang dikhabarkan Allah kepada Nabi-Nya dengan melalui ilham dan
mimpi, kemudian Nabi Saw, menyampaikan makna dari ilham atau mimpi tersebut
dengan ungkapan kata beliau sendiri.”
Prof. M.Hasbi Ash-Shiddiqi mengatakan bahwa
Hadits Qudsy itu ialah perkataan-perkataan yang disabdakan Nabi Saw. Dengan
mengatakan : Allah Berfirman.
Berdasarkan beberapa pengertian kedua macam hadits
tersebut maka jelas Nampak perbedaan antara Hadits Qudsy dan Hadits Nabawi itu
sebagai berikut :[10]
a. Hadits Qudsy itu ialah
perkataan atau kalimat yang disabdakan oleh Rasulullah Saw dengan mengatakan :
Allah berfirman atau dengan ungkapan lain yang menunjukkan bahwa itu adalah
firman Allah, sedang Hadits Nabawi tidak demikian.
b. Ungkapan lain dari
sahabat perawinya dengan kalimat, yang beliau riwayatkan dari Tuhannya,
sedangkan Hadits Nabawi tidak demikian.
3.
Hadits Nabawi, Hadits
Qudsi dan Al-Qur’an.
Ketiga istilah ini
merupakan istilah-istilah teknis yang membedakan satu dari yang lain.
Penjelasan mengenai istilah-istilah tersebut kiranya perlu diberikan agar tidak
terjadi kerancuan dalam memahaminya. Sebab, informasi ketiga hal itu sumbernya
sama, yaitu Nabi Saw. Lalu dimana letak perbedaan nya masing-masing?
Seluruh
uraian telah dikemukakan sebelumnya secara umum berbicara Hadits Nabawi. Ketika
disebut kata Hadits, maka ia identik dengan Hadits Nabawi. Jadi, istilah Hadits
Nabawi mempunyai pengertian yang sama dengan istilah Hadits, yaitu segala
sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi Saw baik berupa perkataan, perilaku,
persetujuan beliau akan tindakan sahabat, atau deskripsi tentang sifat dan
karakternya. Muatan materi Hadits Nabawi seluruhnya berasal dari Nabi Saw baik
maknanya maupun susunan redaksionalnya.[11]
Hal
tersebut berbeda dengan Hadits Qudsi. Secara bahasa, qudsi berarti “suci”. Pelabelan kata qudsi pada kata Hadits dimaksudkan untuk menisbatkan Hadis tersebut
kepada Allah Swt. Sebab, Hadits qudsi adalah suatu ungkapan atau pernyataan
Nabi Saw yang disandarkan kepada Allah Swt selain Al-Qur’an. Karena itu Hadits
qudsi disebut juga Hadits Illahi atau
Hadits Rabbani.
Sebagai
contoh Allah Swt berfirman :
“Wahai Hamba-Ku,
sesungguhnya Aku telah mengharamkan kedholiman atas diri-Ku, dan Aku
menjadikannya haram atas kamu sekalian. Oleh karena itu janganlah kalian semua
saling berbuat dholim”. (al Hadits)
Ada dua pendapat mengenai hakekat
Hadits qudsi. Pertama, bahwa hadits qudsi adalah firman Allah Swt, bukan
perkataan Nabi Saw. Kedua, bahwa hadits qudsi merupakan perkataan Nabi Saw dari
sisi redaksinya, tetapi maknanya berasal dari Allah Swt melalui lham atau
mimpi. Pendapat yang terakhir inilah yang lebih kuat. Jadi, hadits qudsi adalah
hadits yang lafadznya (redaksinya) dari Nabi Saw, sedangkan isinya atau
maknanya dari Allah Swt yang disampaikan melalui mimpi atau ilham. Sedangkan
ungkapannya mengandung kalimat “Allah Swt berfirman:….”, atau ucapan seorang
sahabat bahwa “Nabi Saw menyampaikan riwayat dari Allah Swt demikian:….”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ia dinamakan hadits karena redaksinya
berasal dari Nabi Saw sedangkan sifat qudsi yang dilabelkan kepadanya adalah
untuk menunjukan bahwa makna yang disampaikan Nabi Saw itu berasal dari Allah
Swt.
Berikut merupakan tabel mengenai perbedaan
antara Al-Qur’an, Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi :[12]
Al-Qur’an
|
Hadits Qudsi
|
Hadits Nabawi
|
Redaksinya (lafadz)
dan maknanya dari Allah Swt.
|
Redaksinya dari Nabi
Saw, sedang maknanya dari Allah Swt.
|
Redaksinya (lafadz)
dan maknanya dari Nabi Saw.
|
Diwahyukan melalui
perantaraan malaikat Jibril as.
|
Disampaikan melalui
ilham atau mimpi.
|
Berasal dari ijtihad Nabi Saw
|
Periwayatannya harus
lafadz dan maknanya.
|
Boleh diriwayatkan
dengan maknanya saja.
|
Boleh diriwayatkan
dengan maknanya saja.
|
Seluruhnya
diriwayatkan secara mutawatir.
|
Umumnya diriwayatkan
secara ahad.
|
Umumnya diriwayatkan
secara ahad.
|
Mu’jizat Nabi Saw yang
abadi.
|
Bukan mu’jizat.
|
Bukan mu’jizat
|
Membacanya ibadah.
|
Membacanya tidak
ibadah.
|
Membacanya tidak
ibadah.
|
Dibaca dalam Shalat.
|
Tidak dibaca dalam
shalat.
|
Tidak dibaca dalam
shalat.
|
Haram disentuh oleh
orang berhadas serta haram disentuh dan dibaca oleh orang junub.
|
Boleh disentuh dan
dibaca oleh orang berhadas dan junub.
|
Boleh disentuh dan
dibaca oleh orang berhadas dan junub.
|
Nama Al-Qur’an
dinyatakan secara jelas.
|
-
|
-
|
D. Kehujjahan Hadits
Seluruh umat islam telah
sepakat bahwa hadis rasul merupakan sumber dan dasar hukum islam setelah
Al-Qur’an, dan umat islam diwajibkan mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan
mengikuti Al-Qur’an[13].
Para ulama meneliti sampai pada kesimpulan bahwa
hadits shahih bisa digunakan sebagai hujjah bagi seluruh umat[14].
1. Kehujjahan hadits Shahih
dan Hasan adalah :
a.
Hadits shahih dan hasan masuk dalam kategori hadits maqbul. Namun
demikian, para ulama berbeda pendapat dalam hal hadits shahih yang ahad
dijadikan hujjah dalam akidah.
b. Perbedaan itu terjadi
karena Mutawatir berfaedah qath’i sedangkan ahad berfaedah dzanni. Khabar
dzanni tidak dapat dijadikan hujjah dalam bidang akidah. Namun demikian, ulama
yang menilai hadits shahih ahad juga bernilai qath’i, maka ia juga dapat dijadikan
hujjah dalam bidang akidah.
c. Meskipun hadits hasan
termasuk hadits maqbul, namun derajatnya tetap dibawah hadits shahih, jika
terjadi pertentangan antara hadits hasan dan shahih, maka yang dijadikan hujjah
adalah hadits yang shahih.
2. Berhujjah dengan hadits
dhaif
Boleh tidaknya berhujjah
dengan hadits dhaif secara mutlak para ulama berbeda pendapat. Dari berbagai
pendapat tentang beramal dengan hadits dhaif setidaknya ada tiga kelompok,
yaitu
a. Tidak
dapat diamalkan secra mutlak baik fadhail a’mal maupun hukum (Bukhari, Muslim,
Yahya bin ma’in, Abu bakar bin Arabi, ibn Hazm)
b. Boleh diamalkan karena
hadits dhaif lebih kuat daripada pendapat manusia biasa ( Abu Dawud dan Ahmad
bin Hanbal)
c. Dapat dijadikan hujjah
dalam masalah fadhail a’mal, mau’idhah, tarhib wa targhib. ( Ibn Hajar
al-Asqalani). Syarat-syaratnya:
1) Dha’ifnya idak parah(
bukan pendusta, tertuduh dusta, atau banyak salah)
2) Terdapat dalil lain yang
kuat yang dapat diamalkan
3) Ketika mengamalkan tidak
meyakini bahwa hadits tersebut betul-betul dari Nabi, tapi hanya untuk
berhati-hati (ikhtiyath).
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
-
Hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW,
Sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW baik sebelum
diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya dan mengandung ibadah, sedangkan atsar
merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, sahabat, maupun tabi’in.
-
Perbedaan antara hadits,
sunnah, dan atsar sangat tipis.
-
Al-Qur’an dan hadits memiliki beberapa perbedaan seperti yang
telah dijelaskan pada pembahasan diatas.
-
Hadits yang dapat dijadikan hujjah adalah yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ash
Shiddieqy, TM. Hasbi.2011. Sejarah dan pengantar Ilmu Hadits. Semarang: Pustaka
Rizki Putra
Khumaidi,Irham.2008.Ilmu
Hadits Untuk Pemula.Jakarta:CV Artha Rivera
Shalih,
Subhi Ash.1995.Membahas Ilmu-Ilmu Hadits.pustaka firdaus
Suparta,
Munzier.2011.Ilmu Hadits.Jakarta:PT Rajagrafindo Persada
TIM
MGMP Provinsi Yogyakarta.2011.Ilmu Hadits kelas XI Madrasah Aliyah Program
Keagamaan.Yogyakarta
Suryadilaga, M.Alfatih.dkk.2010.Ulumul
Hadis.Yogyakarta: Teras
Oktoberrinsyah.dkk,2005.Al-Hadis.Yogyakarta:
Pokja Akademik
Muhammad,Abubakar. 1995. Hadits Tarbiyah. Surabaya: Al-Ikhlas
[1]
Prof.Dr. TM. Hasbi ash Shiddieqy, Sejarah dan pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang:Pustaka
Rizki Putra,2011),hlm.3
[2]
Ibid,hlm.6
[3]
Ibid,hlm.8
[5] Drs. Octoberrinsyah,M.Ag,dkk,Al-Hadis,(Yogyakarta: Pokja
Akademik,2005),hlm.7
[6] Irham khumaidi, Ilmu Hadis
Untuk Pemula,(Jakarta:CV Artha Rivera,2008),hlm.5
[7] Drs. Octoberrinsyah,M.Ag,dkk,Al-Hadis,(Yogyakarta:
Pokja Akademik,2005),hlm.11-12
[8]
Drs Abubakar Muhammad, Hadits Tarbiyah (Surabaya:
Al-Ikhlas,1995),hlm. 29
[9]
Ibid,hlm 30
[10]
Ibid,hlm 27
[11]
Drs.
Octoberrinsyah,M.Ag,dkk,Al-Hadis,(Yogyakarta: Pokja
Akademik,2005),hlm.11-12
[12]
Ibid,hlm 18
[13]
Munzier Suparta,Ilmu Hadits,Jakarta,PT Rajagrafindo Persada,2011,hlm.49
[14]
Subhi Ash Shalih,Membahas Ilmu-Ilmu Hadits,Pustaka Firdaus,1995,hlm.253
Tidak ada komentar:
Posting Komentar