BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pancasila
sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan politik ketika Negara
Indonesia didirikan,dan hingga sekarang di era globalisasi,Negara Indonesia
tetap berpegang teguh kepada pancasila sebagai dasar negara.Sebagai dasar
negara tentulah pancasila harus menjadi acuan Negara dalam menghadapi tantangan
global dunia yang terus berkembang.
Di
era globalisasi ini peran pancasila tentulah sangat penting untuk tetap menjaga
eksistensi kepribadian bangsa indonesia,karena dengan adanya globalisasi
batasan batasan diantara negara seakan tak terlihat,sehingga berbagai
kebudayaan asing dapat masuk dengan mudah ke masyarakat. Hal ini dapat
memberikan dampak positif dan negatif bagi bangsa indonesia,jika kita dapat memfilter
dengan baik berbagai hal yang timbul dari dampak globalisasi tentunya
globalisasi itu akan menjadi hal yang positif karena dapat menambah wawasan dan
mempererat hubungan antar bangsa dan negara di dunia.Tapi jika kita tidak dapat
memfilter dengan baik sehingga hal-hal negatif dari dampak globalisasi dapat
merusak moral bangsa dan eksistensi kebudayaan indonesia.
Dari
faktor-faktor tersebutlah di butuhkan peranan pancasila sebagai dasar dan
pedoman negara dalam menghadapi tantangan global yang terus meningkat diera
globalisasi.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Karakteristik
Pancasila di Era Modern dan Globalisasi?
2. Tantangan
Pancasila dalam Era Modern dan Globalisasi?
3. Bagaimana
Pancasila Mengatasi Tantangan dalam Era Modern dan Globalisasi?
4. Peran
dan Pengamalan Pancasila dalam Era Modern dan Globalisasi?
C.
TUJUAN
PENULISAN
1. Untuk
Mengetahui Karakteristik Pancasila di Era Modern dan Globalisasi.
2. Untuk
Mengetahui Apa Saja Tantangan Pancasila dalam Era Modern dan Globalisasi.
3. Untuk
Mengatasi Tantangan Pancasila dalam Era Modern dan Globalisasi.
4. Untuk
Mengetahui Peran dan Pengamalan Pancasila dalam Era Modern dan Globalisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik
Pancasila di Era Modern dan Globalisasi
Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang tantangan
Pancasila, ada baiknya kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan era modern dan
globalisasi. Globalisasi berasal dari kata Global yang artinya
secara umum dan keseluruhan, secara bulat, secara garis besar bersangkut paut
dan meliputi seluruh dunia. Mengglobal berarti meluas ke seluruh dunia atau
mendunia, dan akhirnya menjadi globalisasi yang artinya proses masuknya ke
ruang lingkup dunia.
Istilah modern berasal dari kata latin yang berarti “sekarang ini
”. Dalam pemakaiannya kata modern mengalami perkembangan, sehingga
berubah menjadi sebuah istilah. Kalau sebuah ” kata” hanya mengandung
makna yang relatif sempit, sedangkan sebuah ” istilah” akan mengandung
makna yang relatif lebih luas. Modern sebagai sebuah istilah dalam
masyarakat kita sudah mulai familiar, walaupun masih banyak yang verbalisme.
Istilah modern ini terutama ditujukan untuk perubahan sistem kehidupan
( dalam kontek lebih luas : peradaban ), yakni dari peradaban yang
bersifat telah lama menjadi peradaban yang bersifat baru. Kapan perubahan itu
mulai terjadi, agak sulit juga melacaknya. Hanya saja ada orang yang mengira,
misalnya ada orang mengatakan pada zaman Renaissance gejala perubahan itu sudah
kelihatan. Ada juga yang mengatakan perubahan yang drastis terjadi pada masa
revolusi industri, diteruskan dengan revolusi kebudayaan. Pada negara tertentu
ditandai oleh terjadinya perubahan politik yang sangat mendasar, misalnya di
Uni Soviet (sekarang Rusia) apa yang disebut dengan Peresteroika dan Glasnot.
Di dunia Islam, perubahan dan pembaruan terjadi setiap lahirnya seorang Nabi
dan Rasul.
Sedangkan Globalisasi adalah
meningkatnya saling keterkaitan di antara berbagai belahan dunia melalui
terciptanya proses ekonomi, lingkungan, politik, dan perubahan kebudayaan.
Globalisasi merupakan salah satu hal yang harus dihadapi oleh berbagai bangsa di dunia, termasuk
Indonesia. Sebagai anggota masyarakat dunia, Indonesia pasti tidak dapat dan
tidak akan menutup diri dari pergaulan internasional, karena antara negara satu
dan negara lainnya pasti terjadi saling ketergantungan.
Globalisasi
terdiri dari proses-proses yang menghubungkan orang di mana saja, sehingga
menimbulkan saling ketergantungan di seluruh dunia dan ditandai dengan
pergerakan orang, benda, dan ide-ide secara cepat dalam skala besar melintasi
batas-batas kedaulatan. Ilmuwan politik David Held dan rekan-rekannya
mendefinisikan globalisasi sebagai “perluasan, pendalaman, dan percepatan
saling keterkaitan semua aspek kehidupan sosial kontemporer seluruh dunia, dari
budaya sampai kriminal, keuangan sampai spiritual.”
Adapun
ciri-ciri globalisasi adalah sebagai berikut:
a. Penyebaran
global komunikasi.
- Meningkatnya kompetensi orang
biasa dan partisipasi mereka dalam politik global.
- Munculnya pasar global.
- Penyebaran budaya sekuler dan
konsumeris di seluruh dunia.
- Munculnya bahasa inggris
sebagai bahasa globalisasi.
- Meluasnya permintaan akan
lembaga-lembaga dan norma-norma demokrasi.
g. Jaringan
antar-kelompok yang menjadi embrio masyarakat sipil global.[1]
Faktor-faktor
pendorong globalisasi antara lain:
1. Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Diterapkannya
perdagangan bebas.
3. Meningkatnya
hubungan antar Negara (Rukiyati
2008).
Globalisasi sendiri memiliki dampak pada percepatan penyebaran informasi, semakin mudahnya setiap orang memenuhi kebutuhan hidup dan memberi kenyamanan dalam
beraktifitas.
Globalisasi
memiliki arti penting bagi bangsa Indonesia, yaitu kita dapat mengambil manfaat
dari globalisasi dan menerapkannya di Indonesia. Manfaat globalisasi antara
lain kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mempermudah arus modal dari
negara lain, dan meningkatkan perdagangan internasional.
Globalisasi
memiliki nilai-nilai positif namun juga memiliki nilai-nilai negatif. Untuk
menyaring nilai-nilai negatif maka kita harus berpedoman pada nilai-nilai
Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila sesuai dengan situasi dan kondisi
bangsa Indonesia. Jika kita mengambil nilai-nilai negatif globalisasi, maka
yang akan terjadi adalah kaburnya jati diri bangsa Indonesia dan masuknya
kebiasaan-kebiasaan yang buruk.
Pancasila
sangat mungkin mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia. Namun demikian faktor manusia baik penguasa maupun rakyatnya, sangat
menentukan dalam mengukur kemampuan sebuah ideologi dalam menyekesaikan
berbagai masalah. Sebaik apapun sebuah ideologi tanpa didukung oleh sumber daya
manusia yang baik, hanyalah angan-angan belaka.
Pancasila
sekarang dan dimasa-masa yang akan datang penting bagi paradigma ke arah pembangunan yang baik di segala
bidang kehidupan. Jati diri atau kepribadian bangsa Indonesia yang religius, ramah
tamah, kekeluargaan dan musyawarah, serta solidaritas yang tinggi, akan
mewarnai jiwa pembangunan nasional baik dalam perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasannya.
B. Tantangan
Pancasila dalam Era Modern dan Globalisasi
Landasan
dan pijakan bangsa Indonesia tidak lain adalah Pancasila. Jadi Pancasila dalam
era globalisasi ini harus dijadikan landasan berpijak bagi kehidupan bangsa
Indonesia. Globalisasi merupakan suatu proses atau bentuk di mana
kelompok-kelompok masyarakat dari seluruh penjuru dunia saling mengenal,
bekerja sama, berinteraksi sebagai masyarakat baru.
Tantangan
yang dahulu dihadapi oleh Pancasila sebagai dasar negara, jenis dan bentuk-nya
sekarang dipastikan akan semakin kompleks dikarenakan efek globalisasi.
Globalisasi menurut Ahmad, M. (2006) adalah perkembangan di segala jenis
kehidupan dimana batasan-batasan antar negara menjadi pudar dikarenakan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Berkembangnya arus
informasi menjadi sebuah ciri spesifik dari terminologi globalisasi. Setiap
warga negara akan semakin mudah dan bebas untuk mengakses berbagai jenis
informasi dari berbagai belahan dunia manapun dalam waktu yang sangat
singkat.
Dengan
perkembangan Informasi yang begitu cepat, tantangan yang diterima oleh ideologi
pada saat ini juga menjadi sangat luas dan beragam. Sebagai contoh, beragamnya
banyak agama di Indonesia yang terkadang menjadi alasan pemicu konflik
horizontal antar umat beragama, ekonomi yang mulai berpindah dari sistim
kekeluargaan (contoh: pasar tradisional) menjadi sistem kapitalisme dimana
keuntungan merupakan tujuan utama, paham komunisme, liberalisme, terorisme, chauvinisme,
dan sebagainya.
Jika
Pancasila menentang kolonialisme, imperialism, dan kapitalisme tidaklah
mengherankan kalau ia bertentangan dengan globalisme, yang tidak lain daripada
kapitalisme lanjut model Amerika yang sedang berusaha menguasai dunia dalam
aspek ekonomi. Neokapitalisme ini bersifat global dan sebagian besar negara
sedikit banyak dikuasai, tetapi secara terpisah-pisah.
Globalisai
bertentangan dengan sila ke-1 karena ia membangkitkan materialism yang
menentang spiritualitas dan bangkitnya semangat eksploitatif mondial yang
menggerus moral dan etika. Pada globalisasi hormat terhadap nyawa dan manusia
erkurang dengan drastis demi pengejaran kesenangan duniawi dan kebahagiaan
semu. Demikian pula terjadi komersialisasi agama dan berbagai aspek agama
dijadikan komoditas, serta pudarnya substansi agama.
Globalisasi
bertentangan dengan sila ke-2. Dengan globalisasi kemanusiaan dan
perikemanusiaan diganti oleh teknologi dan efisiensi, manusia menjadi using
atau menjadi suku mesin-industri (teknologisasi) dan dapat dibuang setiap waktu
karena tidak diperlukan lagi. Pada arus globalisasi, hak-hak manusia dan etika
dilanggar jika bertentangan dengan usaha mencari laba dan kekuasaan. Globalisasi juga bertentangan dengan sila ke-3,
karena hilangnya porositas batas bangsa-bangsa oleh arus bebas fakor-faktor
produksi, pelenyapan tariff, tak terkendalinya arus lintas-batas informasi dan
nila-nilai.
Demikian halnya dengan sila ke-4 Pancasila yang juga bertentangan karena
globalisme menaikkan per-kapita nasional, tetapi menambah pula presentase orang
miskin, sehngga terjadi rekonfigurasi lapisan-lapisan social-ekonomis.
Globalisme menekan aspirasi rakyat suatu Negara dengan ambis-ambisi korporasi
transnasional yang lebih kuat dari ambisi Negara. Globalisme menghalangi
kecerdasan dan kesehatan rakyat dengan bertambah mahalnya komoditas ilmu
pengetahuan dan kesehatan.
Tidak hanya sampai di situ Sila ke-5 Pancasila lagi-lagi juga bertentangan dengan globalisme,
karena keadilan komutatif, distributif, dan legal diperjualbelikan; konsumen
tidak berhubungan langsung dengan produsen; dan system legal dibuat demi
keuntungan modal;dan eksploitasi lingkungan dapat mengancam keadilan nasional,
regional, internasional maupun intergenerasinal, karena hutang dan pajak
lingkungan tidak dibayar.
Akibat
globalisme, lingkungan kultural dan natural akan berubah melalui waktu.
Pancasila akan berubah pula dan demikian pula penafsiran dan prakteknya.
C. Bagaimana
Pancasila Mengatasi Tantangan dalam Era Modern dan Globalisasi
Hal ini dapat dilakukan
dengan menyadarkan kembali reaktualisasi nilai-nilai tersebut dalam konteks
peri kehidupan sehari-hari Bangsa Indonesia. Tetao berpegang teguh pada
nilai-nilai pancasila, dan penanaman kembali ide tentang Pancasila sebagai
dasar negara sejak dini.
Bukan hanya tanggung jawab
pemerintah akan tetapi sudah merupakan tanggung jawab kita bersama, membantu
mengatasi Pancasila dalam menghadapi tantangannya dalam era global saat ini.
Walaupun banyak tantangan dalam mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara,
Pancasila telah membuktikan bahwa Pancasila bukan merupakan milik golongan
tertentu atau representasi dari suku tertentu. Pancasila itu netral dan akan
hidup di segala zaman seperti yang telah di lewati di tahun-tahun sebelumnya.
D. Peran
dan Pengamalan Pancasila dalam Era Modern dan Globalisasi
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, tantangan di era
globalisasi yang bisa mengancam eksistensi kepribadian bangsa dan kini, mau tak
mau, suka tak suka, bangsa Indonesia berada di pusaran arus globalisasi dunia. Peta percaturan politik
dunia telah menempatkan dominasi dunia Barat (baca Eropa) dan Amerika sebagai
“pemegang saham” terbesar berbagai bidang baik ekonomi, politik, ideologi,
budaya di planet bumi. Akibatnya nilai karakter lokal suatu bangsa akan
tergerus dan semakin terkikis di tanah airnya sendiri. Tetapi harus diingat bahwa bangsa dan negara Indonesia tak
mesti kehilangan jatidiri, kendati hidup di tengah-tengah pergaulan dunia.
Rakyat yang tumbuh di atas kepribadian bangsa asing mungkin saja mendatangkan
kemajuan, tetapi kemajuan tersebut akan membuat rakyat tersebut menjadi asing
dengan dirinya sendiri. Mereka kehilangan jatidiri yang sebenarnya sudah jelas
tergambar dari nilai-nilai luhur Pancasila.
Dalam arus globalisasi saat ini dimana tidak ada lagi
batasan-batasan yang jelas antar setiap bangsa Indonesia, rakyat dan bangsa
Indonesia harus membuka diri.
Dahulu, sesuai dengan tangan terbuka menerima
masuknya pengaruh budaya hindu, Islam, serta masuknya kaum barat yang akhirnya
melahirkan kolonialisme.
Pengalaman pahit berupa kolonialisme tentu sangat tidak
menyenangkan untuk kembali terulang. Patut diingat bahwa pada zaman modern
sekarang ini wajah kolonialisme dan imperialisme tidak lagi dalam bentuk fisik,
tetapi dalam wujud lain seperti penguasaan politik dan ekonomi. Meski tidak
berwujud fisik, tetapi penguasaan politik dan ekonomi nasional oleh pihak asing
akan berdampak sama seperti penjajahan pada masa lalu, bahkan akan terasa lebih
menyakitkan.
Dalam pergaulan dunia yang kian global, bangsa yang menutup
diri rapat-rapat dari dunia luar bisa dipastikan akan tertinggal oleh kemajuan
zaman dan kemajuan bangsa-bangsa lain. Bahkan, negara sosialis seperti Uni
Soviet—yang terkenal anti dunia luar—tidak bisa bertahan dan terpaksa membuka
diri. Maka, kini, konsep pembangunan modern harus membuat bangsa dan rakyat
Indonesia membuka diri.
Dalam upaya untuk meletakan dasar-dasar masyarakat modern,
bangsa Indonesia bukan hanya menyerap masuknya modal, teknologi, ilmu
pengetahuan, dan ketrampilan, tetapi juga terbawa masuk nilai-nilai sosial
politik yang berasal dari kebudayaan bangsa lain.
Yang terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia
mampu menyaring agar hanya nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai dengan
kepribadian bangsa saja yang terserap. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang
tidak sesuai apalagi merusak tata nilai budaya nasional mesti ditolak dengan
tegas. Kunci jawaban dari persoalan tersebut terletak pada Pancasila sebagai
pandangan hidup dan dasar negara. Bila rakyat dan bangsa Indonesia konsisten
menjaga nilai-nilai luhur bangsa, maka nilai-nilai atau budaya dari luar yang
tidak baik akan tertolak dengan sendirinya. Cuma, persoalannya, dalam kondisi
yang serba terbuka seperti saat ini justeru jati diri bangsa Indonesia tengah
berada pada titik nadir.
Bangsa dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal
dirinya sendiri sehingga budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai
maupun tidak sesuai terserap bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar
serta-merta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah
tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang. Lihat saja sistem
demokrasi yang kini tengah berkembang di Tanah Air yang mengarah kepada faham
liberalisme. Padahal, negara Indonesia—seperti ditegaskan dalam pidato Bung
Karno di depan Sidang Umum PBB—menganut faham demokrasi Pancasila yang
berasaskan gotong royong, kekeluargaan, serta musyawarah dan mufakat.
Sistem politik yang berkembang saat ini sangat gandrung
dengan faham liberalisme dan semakin menjauh dari sistem politik berdasarkan
Pancasila yang seharusnya dibangun dan diwujudkan rakyat dan bangsa Indonesia.
Terlihat jelas betapa demokrasi diartikan sebagai kebebasan tanpa batas. Hak
Asasi Manusia (HAM) dengan keliru diterjemahkan dengan boleh berbuat semaunya
dan tak peduli apakah merugikan atau mengganggu hak orang lain. Budaya dari
luar, khususnya faham liberalisme, telah merubah sudut pandang dan jati diri
bangsa dan rakyat Indonesia.
Pergeseran nilai dan tata hidup yang serba liberal memaksa
bangsa dan rakyat Indonesia hidup dalam ketidakpastian. Akibatnya, seperti
terlihat saat ini, konstelasi politik nasional serba tidak jelas. Para elite
politik tampak hanya memikirkan kepentingan dirinya dan kelompoknya semata.
Dalam kondisi seperti itu sekali lagi peran Pancasila sebagai
pandangan hidup dan dasar negara memegang peranan penting. Pancasila akan
menilai nilai-nilai mana saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan
nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu, nilai-nilai baru yang berkembang
nantinya tetap berada di atas kepribadian bangsa Indonesia. Pasalnya, setiap
bangsa di dunia sangat memerlukan pandangan hidup agar mampu berdiri kokoh dan
mengetahui dengan jelas arah dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan pandangan
hidup, suatu bangsa mempunyai pedoman dalam memandang setiap persoalan yang
dihadapi serta mencari solusi dari persoalan tersebut .
Dalam pandangan hidup terkandung konsep mengenai dasar
kehidupan yang dicita-citakan suatu bangsa. Juga terkandung pikiran-pikiran
terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dicita-citakan.
Pada akhirnya pandangan hidup bisa diterjemahkan sebagai sebuah kristalisasi
dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa yang diyakini kebenarannya serta
menimbulkan tekad bagi bangsa yang bersangkutan untuk mewujudkannya. Karena
itu, dalam pergaulan kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia tidak
bisa begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan bangsa lain, tanpa
menyesuaikan dengan pandangan hidup dan kebutuhan bangsa Indonesia sendiri.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
·
Pancasila sekarang dan dimasa-masa yang
akan datang penting bagi paradigma ke arah
pembangunan yang baik di segala bidang kehidupan. Jati diri atau kepribadian
bangsa Indonesia yang religius, ramah tamah, kekeluargaan dan musyawarah, serta
solidaritas yang tinggi, akan mewarnai jiwa pembangunan nasional baik dalam
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasannya.
·
Tantangan yang dahulu dihadapi oleh
Pancasila sebagai dasar negara, jenis dan bentuk-nya sekarang dipastikan akan
semakin kompleks dikarenakan efek globalisasi. Globalisasi menurut Ahmad, M.
(2006) adalah perkembangan di segala jenis kehidupan dimana batasan-batasan
antar negara menjadi pudar dikarenakan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK).
·
Dalam pandangan hidup
terkandung konsep mengenai dasar kehidupan yang dicita-citakan suatu bangsa.
Juga terkandung pikiran-pikiran terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai
wujud kehidupan yang dicita-citakan. Pada akhirnya pandangan hidup bisa
diterjemahkan sebagai sebuah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu
bangsa yang diyakini kebenarannya serta menimbulkan tekad bagi bangsa yang
bersangkutan untuk mewujudkannya. Karena itu, dalam pergaulan kehidupan
berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia tidak bisa begitu saja mencontoh atau
meniru model yang dilakukan bangsa lain, tanpa menyesuaikan dengan pandangan
hidup dan kebutuhan bangsa Indonesia sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Mansbach,
Richard W dan Kristen L. Rafferty. 2012.
Pengantar Politik Global.
Bandung: Penerbit Nusa Media.
http://rezelnurullah.blogspot.co.id/2012/06/makalah-pancasila-dalam-paradigma.html,
diakses 07 Desember 2016 pukul 13:37 WIB
Saksono,
Gatot. 2007. Pancasila Soekarno. Yogyakarta:
Rumah Belajar Yabinkas.
http://abdulghanni.blogspot.co.id/2011/02/makalah-peran-pancasila-di-era.html,
diakses 13 Desember 2016 jam 17.41